Rabu, 16 November 2016

Membangun Karakter Keluarga Qur’ani

Assalamualaikum sahabat meraki, apa kabar? Semoga kabar sahabat semuanya baik dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamin…
Sahabat, hari ini kami ingin berbagi materi yang kami dapatkan sewaktu mengikuti salah satu rangkaian kegiatan Olimpiade Pecinta Quran (OPQ) yang diadakan oleh komunitas ODOJ Indonesia pekan lalu. kegiatan seminar yang kami ikuti ini bertema parenting yaitu “Membangun Karakter Keluarga Qur’ani”. Materi ini dipaparkan oleh ustadz Bendri Jaisyurahman yang merupakan pakar parenting. Adapun materi yang disampaikan oleh beliau diantaranya membahas mengenai orientasi hidup dalam suatu keluarga.

·         Jadi definisi keluarga yang berkarakter qur’ani itu seperti apa sih?
Beliau memaparkan bahwa keluarga yang qur’ani ialah keluarga yang memiliki visi yang mengarah pada Al Qur’an, artinya suatu keluarga yang berpedoman pada Al Qur’an dalam menjalankan kehidupannya. Cirinya sebagai berikut.
1.      Memiliki tujuan akhir membawa seluruh anggota keluarga masuk ke dalam surga bersama – sama (bukan hanya bersama - sama saat berkumpul di dunia). Syaratnya ialah:
a.      Menjaga keimanan karena syarat masuk syurga ialah dengan iman
b.      Menjaga diri dari maksiat
2.      Menjaga keluarga agar terbebas dari api dan siksa neraka

Minggu, 09 Oktober 2016

Antara Ayah, Anak dan Burung Gagak

sourcepict: m.inmagine.com 
Pada suatu petang seorang tua bersama anak mudanya yang baru menamatkan pendidikan tinggi duduk berbincang-bincang di halaman sambil memperhatikan suasana disekitar mereka. Tiba-tiba seekor burung gagak hinggap di ranting pokok berhampiran. Si ayah lalu menuding jari ke arah gagak sambil bertanya,
“Nak, apakah benda itu?”
“Burung gagak”, jawab si anak.
Si ayah mengangguk-angguk, namun sejurus kemudian sekali lagi mengulangi pertanyaan yang sama. Si anak menyangka ayahnya kurang mendengar jawabannya tadi, lalu menjawab dengan sedikit kuat,
“Itu burung gagak, Ayah!”
Tetapi sejurus kemudian si ayah bertanya lagi pertanyaan yang sama. Si anak merasa agak keliru dan sedikit bingung dengan pertanyaan yang sama diulang-ulang, lalu menjawab dengan lebih kuat,
“BURUNG GAGAK!!” Si ayah terdiam seketika.
Namun tidak lama kemudian sekali lagi sang ayah mengajukan pertanyaan yang serupa hingga membuat si anak hilang kesabaran dan menjawab dengan nada yang kesal kepada si ayah,
“Itu gagak, Ayah.”
Tetapi agak mengejutkan si anak, karena si ayah sekali lagi membuka mulut hanya untuk bertanya hal yang sama. Dan kali ini si anak benar-benar hilang sabar dan menjadi marah.
“Ayah!!! Saya tak tahu Ayah paham atau tidak. Tapi sudah 5 kali Ayah bertanya soal hal tersebut dan saya sudah juga memberikan jawabannya. Apa lagi yang Ayah mau saya katakan???? Itu burung gagak, burung gagak, Ayah…..”, kata si anak dengan nada yang begitu marah.
Si ayah lalu bangun menuju ke dalam rumah meninggalkan si anak yang kebingungan. Sesaat kemudian si ayah keluar lagi dengan sesuatu di tangannya. Dia mengulurkan benda itu kepada anaknya yang masih geram dan bertanya-tanya. Diperlihatkannya sebuah diary lama.
“Coba kau baca apa yang pernah Ayah tulis di dalam diary ini,” pinta si Ayah.
Si anak setuju dan membaca paragraf yang berikut.
Hari ini aku di halaman melayani anakku yang genap berumur lima tahun. Tiba-tiba seekor gagak hinggap di pohon berhampiran. Anakku terus menunjuk ke arah gagak dan bertanya,
“Ayah, apa itu?”
Dan aku menjawab,
“Burung gagak.”
Walau bagaimana pun, anakku terus bertanya soal yang serupa dan setiap kali aku menjawab dengan jawaban yang sama. Sehingga 25 kali anakku bertanya demikian, dan demi rasa cinta dan sayangku, aku terus menjawab untuk memenuhi perasaan ingin tahunya. Aku berharap hal ini menjadi suatu pendidikan yang berharga untuk anakku kelak.
Setelah selesai membaca paragraf tersebut si anak mengangkat muka memandang wajah si Ayah yang kelihatan sayu. Si Ayah dengan perlahan bersuara,
“Hari ini Ayah baru bertanya kepadamu soal yang sama sebanyak 5 kali, dan kau telah hilang kesabaran serta marah.”
Lalu si anak seketika itu juga menangis dan bersimpuh di kedua kaki ayahnya memohon ampun atas apa yang telah ia perbuat.*

*source: PercikanIman.org via eBook Kisah Penuh Hikmah

Rabu, 05 Oktober 2016

Salam Kenal dari Meraki

Assalamualaikum wrwb. sahabat meraki J


Ijinkan kami memperkenalkan diri pada postingan pertama kami ya.

Sahabat, pastinya penasaran dan mungkin sebagian dari kalian masih asing dengan kata “meraki”, jika benar tebakan saya, maka sahabat jangan sekali - kali menyamainya dengan salah satu Pribahasa Indonesia yang juga terkandung dalam lirik lagunya Jamrud “Berakit – rakit kita kehulu, berenang – renang ketepian” alias merakit yaa, karena dari segi tulisan maupun maknanya jelas berbeda, hehe.

Perlu sahabat ketahui, meraki dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI memang belum tercantum sebagai salah satu Bahasa Indonesia. Dalam kehidupan sehari – haripun kata meraki masih sangat jarang kita dengar dan digunakan. Daan jika sahabat mencoba mencari kata “meraki” dalam mesin pencarian google, maka sahabat akan langsung disuguhkan deretan informasi mengenai perusahaan penyedia internet atau bahkan nama suatu skin care. :D

Mengutip dari tulisan-gambar Kreshna Aditya, Kata Meraki (kata sifat) berasal dari Bahasa Yunani yang berarti melakukan sesuatu dengan cinta, kreatifitas, dan sepenuh jiwa. Dari sinilah tercetus ide untuk pembuatan suatu wadah pertemanan yang secara resmi kami namai “frekuensi meraki”, mengacu pada orang – orang yang memiliki kesamaan (sefrekuensi) untuk melakukan sesuatu dengan cinta, kreatifitas, dan sepenuh jiwa. Harapannya, agar pertemanan yang kami jalin ini bisa menghasilkan suatu kebermanfaatan baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Jadi tunggu cerita – cerita kami selanjutnya ya sahabat.

Wassalamualaikum wrwb.
This entry was posted in